Kamis, 10 September 2009
EPIDEMIOLOGI KESEHATAN
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit merupakan salah satu gangguan kehidupan manusia yang telah dikenal orang sejak dahulu. Pada mulanya, konsep terjadinya didasarkan pada adanya gangguan makhluk halus atau karena kemurkaan dan yang maha pencipta. Hingga saat ml, masih banyak kelompok masyarakat di negara berkembang yang meng anut konsep tersebut. Di bin pihak masih ada gangguan kesehatan/ penyakit yang belum jelas penyebabnya, maupun proses kejadian.
Pada tahap berikutnya, Hippocrates telah mengembangkan teori bahwa timbulnya penyakit disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang meliputi air, udara, tanah, cuaca, dan lain sebagainya. Namun demikian dalam teori tidak dijelaskan bagaimana kedudukan manusia dalam interaksi tersebut, serta tidak dijelaskan tentang faktor lingkungan bagaimana yang dapat menimbulkan penyakit.
Pada kehidupan masyarakat Cina dikenal pula teori terjadinya penyakit yang timbul karena adanya gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh manusia (teori humoral). Dalam teori ini dikatakan bahwa dalam tubuh manusia ada empat macam cairan, yakni cairan putih, kuning, merah, dan hitam. Bila terjadi gangguan.
keseimbangan tersebut, akan menimbulkan penyakit tertentu, (tergantung pada jenis cairan mania yang bersifat dominan. Hingga hunt ml, Icon tersebut masih merupakan dasar dalam sistem pengobatan Cina tradisional,
Kemudian berkembang teori terjadinya penyakit karena sisa makhluk hidup yang mengalami pembusukan, sehingga meninggalkan pengotoran udara dun lingkungan sekitarnya. Teori ini terutama pada abad pertengahan dan pada waktu itu lebih mengarah pada kebersihan lingkungan terhadap sisa-sisa peninggalan makhluk hidup. Contoh pengaruh teori tersebut adalah timbulnya penyakit malaria yang di kira karena sisa-sisa pembusukan binatang dan tumbuhan yang ada di rawa-rawa (malaria artinya daerah yang jelek) dan masih ada masyarakat yang tetap menganut teori tersebut.
Akhirnya pada abad-abad selanjutnya, terjadi perubahan yang cukup besar dalam konsep terjadinya penyakit, dengan didapatkannya mikroskop. sehingga konsep penyebab penyakit beralih ke jasad renik Perkembangan selanjutnya mengantar para ahli ke arah hormonal yang semakin berkembang. Pada saat itu, orang mulai optimis dalam menghadapi berbagai penyakit dengan antibiotika, sistem imunitas, dan lain sebagainya.
Ternyata setelah penyakit menular mulai dapat di atasi pada negara-negara maju, muncullah masalah berbagai penyakit menahan/tidak menular yang unsur dan faktor penyebabnya sangat berkaitan erat dengan faal tubuh, mutasi dan sifat resistensi tubuh, dan pada umumnya terdiri dari berbagai faktor yang saling kiat mengkait. Keadaan ini sangat erat hubungannya dengan berbagai pengamatan epidemiologi terhadap gangguan kesehatan. Dan pada saat ini, teori tentang faktor penyebab penyakit tidak dapat dipisahkan dengan berbagai faktor yang berperan dalam proses kejadian penyakit yang dikembangkan melalui teori ekologi lingkungan yang didasarkan pada konsep bahwa manusia berinteraksi dengan berbagai faktor penyebab dalam lingkungan tertentu dan pada keadaan tertentu akan menimbulkan penyakit yang tertentu pula.
2. Tujuan
1. Umum
Untuk mengetahui konsep dasar timbulnya penyakit di dalam lingkungan masyarakat.
1. Khusus
• Untuk mengetahui perkembangan teori terjadi penyakit
• Untuk mengetahui konsep penyebab dan proses awal terjadinya.
• Untuk mengetahui riwayat alamiah suatu penyakit
• Untuk mengetahui pola penyebaran penyakit
• Untuk mengetahui penyebab majemuk
• Untuk mengetahui manfaat riwayat alamiah riwayat
3. Manfaat
1. Manfaat Ilmiah
Merupakan manfaat bagi ilmu kesehatan sebagai data dasar konsep timbul penyakit
2. Manfaat Praktis
Dapat digunakan sebagai panduan di dalam konsep timbul awal mulanya penyakit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat kesuatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis, Fisiologis, Psikologis, Sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan (Enviroment). (Nur nasry noor,2000.Dasar epidemiologi,Rineka cipta.Jakarta)
Menurut John Bordon, model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan (Enviromet). Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analis dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya ketidak seimbangan antar ketiga komponen tersebut. Model ini lebih di kenal dengan model triangle epidemiologi atau triad epidemilogi dan cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab peran agent (yakni mikroba) mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan.
Pejamu (Host) : hal-hal yang berkaitan dengan terjadinya penyakit pada manusia, antara lain :
1. Umur, jenis kelamin, ras, kelompok etmik (suku) hubungan keluarga
2. Bentuk anatomis tubuh
3. Fungsi fisiologis atau faal tubuh
4. Status kesehatan, termasuk status gizi
5. Keadaan kuantitas dan respon monitors
6. Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial
7. Pekerjaan, dll. (Heru subari,dkk,2004.Manajemen epidemiologi,Media presindo,Yogyakarta. Hal.15-16)
Menurut Hari Purnomo yang paling berkepentingan dan berperan untuk membuat terjadinya suatu penyakit atau tidak justru manusia? Mengapa karena dia yang diberi rahmat untuk mengendalikan, katanya jelas. Dalam manusia juga memiliki karakteristik yang sangat berpengaruh seperti jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), usia (tua, muda, anak-anak), dll. Semua itu berpengaruh terhadap timbulnya penyakit. Contoh kongkrit wanita lebih rentan terhadap serangan berbagai penyakit-usahapun demikian karena usia yang amat tua dan amat muda akan mudah jatuh sakit. Kemudian faktor keturunan juga berpengaruh. Misalnya penyakit keturunan talasemia. Jika ada plasmodium melawan ditukarkan pada orang tersebar oleh nyamuk, penyakit itu tidak akan terjangkit pada penderita talasemia, karena sel darah merah yang ada tidak menguntungkan untuk pertumbuhan plasmodium. Dan faktor yang sangat penting orang perilaku kebiasaan untuk faktor perilaku dan kebiasaan menurut hari, secara dan kebiasaan tertentu, memang bisa menimbulkan resiko memberikan proteksi dan perlindungan. Dan semata-mata karya menyoroti kebiasaan hidup. Tetapi kebiasaan hidup yang mana, yang bisa dikatakan memberikan perlindungan atau memberikan kecenderungan terjadi penyakit.(http;// Konsep dasar perjalanan penyakit.)
Unsur pejamu secara umum dapat dibagi dalam doa kelompok yaitu :
1. Manusia sebagai makhluk biologis memiliki sekat biologis tertentu seperti
o Umur, jenis kelamin, ras dan keturunan
o Bentuk anatomis tubuh serta
2. Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai berbagai sifat khusus seperti
• Kelompok etnik termasuk adat, kebiasaan, agama dan hubungan keluarga sehubungan sosial kemasyarakatan.
• Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial sehari-hari termasuk kebiasaan hidup sehat. (Nur nasry noor,2002.Epidemiologi.Universitas Hasanuddin.Makassar.Hal.27)
pada dasarnya, tidak satu pun penyakit yang dapat timbul hanya di sebabkan oleh satu faktor tunggal semata, pada umumnya kejadian penyakit di sebabkan oleh berbagai unsur yang secara bersama-sama mendorong terjadinya penyakit, namun demikian, secara dasar, unsur penyebab penyakit dapat di bagi dalam dua bagian utama yakni :
1. Penyebab kausal primer, dan
2. Penyebab kausal sekunder.
1. Penyebab kausal primer
Unsur ini dianggap sebagai faktor kausal Terjadinya penyakit, dengan ketentuan bahwa walaupun unsur ini ada, belum tentu terjadi penyakit, tetapi sebaliknya, Pada penyakit tertentu, unsur ini dijumpai sebagai unsur penyebab kausal. Unsur penyebab kausul ini dapat dibagi dalam 6 kelompok yaitu :
1. Unsur ‘penyebab biologis yakni semua unsur penyebab yang tergolong makhluk hidup termasuk kelompok mikro organisme seperti Virus, bakteri, protozoa, jamur, kelompok cacing, dan insekta. Unsur penyebab ini pada umumnya di jumpai pada penyakit infeksi menular
2. Unsur penyebab, nutrisi yakni semua unsur penyebab yang termasuk golongan zat nutrisi dan dapat menimbulkan penyakit tertentu karena kekurangan maupun kelebihan zat nutrisi tertentu seperti protein, lemak, hidrat arang, vitamin, mineral, dan air.
3. unsur penyebab kimiawi yakni semua unsur dalam bentuk senyawaan kimia yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan/penyakit tertentu. Unsur ini pada umumnya berasal dari luar tubuh termasuk berbagai jenis zat, racun, obat-obatan keras, berbagai senyawaan kimia ini dapat berbentuk padat, cair, uap, maupun gas. Ada pula senyawaan kimiawi sebagai hasil produk tubuh (dari dalam) yang dapat menimbulkan penyakit tertentu seperti ureum, kolesterol, dan lain-lain
4. unsur penyebab fisika yakni semua unsur yang dapat menimbulkan penyakit melalui proses fisika umpamanya panas (luka bakar), irisan, tikaman, pukulan (rudapaksa), radiasi dan lain-lain. Proses kejadian penyakit dalam hal ini terutama melalui proses fisika yang dapat menimbulkan kelainan dan gangguan kesehatan.
5. Unsur penyebab psikis yakni semua unsur yang pertalian dengan kejadian penyakit gangguan jiwa serta gangguan tingkah laku sosial. Unsur penyebab ini belum jelas proses dan mekanisme kejadian dalam timbulnya penyakit, bahkan sekelompok ahli lebih menitik beratkan kejadian penyakit pada unsur penyebab genetika. Dalam hal ini kita harus berhati-0hati terhadap faktor kehidupan sosial yang bersifat non kausal serta lebih menampakkan diri dalam hubungannya dengan proses kejadian penyakit maupun gangguan kejiawaan.
2. Penyebab non kausal (sekunder)
Penyebab sekunder merupakan unsur pembantu/penambah dalam proses kejadian penyakit dan ikut dalam hubungan sebab akibat terjadinya penyakit. Dengan demikian, maka dalam setiap analis penyebab penyakit dan hubungan sebab akibat terjadinya penyakit, kita tidak hanya berpusat pada penyebab kausal primer semata, tetapi harus memperhatikan semua unsur lain di luar unsur penyebab kausal primer. Hal ini di dasarkan pada ketentuan bahwa pada umumnya kejadian setiap penyakit sangat di pengaruhi oleh berbagai unsur yang berinteraksi dengan unsur penyebab dan ikut dalam proses sebab akibat. Sebagai contoh pada penyakit kardiovaskuler, tuberkulosis, kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya. Kejadiannya tidak di batasi hanya pada penyebab kausal saja, tetapi harus di analisis dalam bentuk suatu rantai sebab akibat di mana peranan unsur penyebab sekunder sangat kuat dalam mendorong penyebab kausal primer untuk dapat secara bersama-sama menimbulkan penyakit. (Nur nasry noor,2000.Dasar epidemiologi,Rineka cipta,Jakarta. Hal.25-27)
Dan penyebab agent menurut model segitiga epidemilogi terdiri dari biotis dan abiotis.
1. Biotis khususnya pada penyakit menular yaitu terjadi dari 5 golongan
1. Protozoa : misalnya Plasmodum, amodea
2. Metazoa : misalnyaarthopoda , helminthes
3. Bakteri misalnya Salmonella, meningitis
4. Virus misalnya dengue, polio, measies, lorona
5. Jamur Misalnya : candida, tinia algae, hystoples osis
1. Abiotis, terdiri dari
1. Nutrient Agent, misalnya kekurangan /kelebihan gizi (karbohididrat, lemak, mineral, protein dan vitamin)
2. Chemical Agent, misalnya pestisida, logam berat, obat-obatan
3. Physical Agent, misalnya suhu, kelembaban panas, kardiasi, kebisingan.
4. Mechanical Agent misalnya pukulan tangan kecelakaan, benturan, gesekan, dan getaran
5. Psychis Agent, misalnya gangguan phisikologis stress depresi
6. Physilogigis Agent, misalnya gangguan genetik.
Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial sehari-hari termasuk kehidupan sehat.(Heru subari,dkk,2004.Manajemen epidemiologi,Media pressindo,Yogyakarta. Hal.16-17.)
Unsur lingkungan (Enviroment)
Unsur lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan terjadinya sifat karakteristik individu sebagai pejamu dan iku memegang peranan dalam proses kejadian penyakit.
1. Lingkungan Biologis
Segala flora dan fauna yang berada di sekitar manusia yang antara ,ain meliputi :
Beberapa mikroorganisme patogen dan tidak patogen;
Vektor pembawa infeksi
Berbagai binatang dan tumbuhan yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik sebagai sumber kehidupan (bahan makanan dan obat-obatan), maupun sebagai reservoir/sumber penyakit atau pejamu antara (host intermedia) ; dan
Fauna sekitar manusia yang berfungsi sebagai vektor penyakit tertentu terutama penyakit menular.
Lingkungan biologis tersebut sangat berpengaruh dan memegang peranan yang penting dalam interaksi antara manusia sebagai pejamu dengan unsur penyebab, baik sebagai unsur lingkungan yang menguntungkan manusia (senbagai sumber kehidupan) maupun yang mengancam kehidupan / kesehatan manusia (Nur nasri noor.2002,Epidemiologi,Univesutas Hasanuddin Makassar.Hal.28-29)
2. Lingkungan fisik
Keadaan fisik sekitar manusia yang berpengaruh terhadap manusia baik secara langsung, maupun terhadap lingkungan biologis dan lingkungan sosial manusia. Lingkungan fisik (termasuk unsur kimiawi serta radiasi) meliputi :
Udara keadaan cuaca, geografis, dan golongan
Air, baik sebagai sumber kehidupan maupun sebagai bentuk pemencaran pada air, dan
Unsur kimiawi lainnya pencemaran udara, tanah dan air, radiasi dan lain sebagainya.
Lingkungan fisik ini ada yang termasuk secara alamiah tetapi banyak pula yang timbul akibat manusia sendiri (Nur nasri noor,2000,Dasar epidemiologi,Rinika cipta,Jakarta. Hal.28.)
3. Lingkungan sosial
Semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik, sistem organisasi. Serta instusi/peraturan yang berlaku bagi setiap individu yang membentuk masyarakat tersebut. Lingkungan sosial ini meliputi :
Sistem hukum, administrasi dan lingkungan sosial politik, serta sistem ekonomi yang berlaku;
Bentuk organisasi masyarakat yang berlaku setempat
Sistem pelayanan kesehatan serta kebiasaan hidup sehat masyarakat setempat, dan
Kebiasaan hidup masyarakat
Kepadatan penduduk. Kepadatan rumah tangga, serta berbagai sistem kehidupan sosial lainnya.
Dari keseluruhan unsur tersebut di atas, di mana hubungan interaksi antara satu dengan yang lainnya akan menentukan proses dan arah dari proses kejadian penyakit, baik pada perorangan, maupun dalam masyarakat. Dengan demikian maka terjadinya suatu penyakit tidak hanya di tentukan oleh unsur penyebab semata, tetapi yang utama adalah bagaimana rantai penyebab dan hubungan sebab akibat di pengaruhi oleh berbagai faktor maupun unsur lainnya. Oleh sebab itu, maka dalam setiap proses terjadinya penyakit, selalu kita memikirkan adanya penyebab jamak (multiple causational). Hal ini sangat mempengaruhi dalam menetapkan program pencegahan maupun penanggulangan penyakit tertentu. Karena usaha tersebut hanya akan memberikan hasil yang di harapkan bila dalam perencanaannya memperhitungkan berbagai unsur di atas.(Nur nasry noor.2002.Epidemiologi.Universitas Hasanuddin,Makassar.Hal.29)
Dari penyesalan model segitiga epidemiologi sangat berhubungan erat dan saling terkait, dan keseimbangan itulah yang menentukan terjadi atau tidaknya suatu penyakit. Dan pertimbangan ini menerapkan pertimbangan mendasar yang sangat terpisah, tetapi itu tidak cukup sebab masih ada beberapa pertimbangan penting lainnya yakni pertimbangan perjalanan alamiah penyakit.(http;//portal tiens.com/portal)
Menyadari bahwa mencegah berbagai penyakit lebih baik dan lebih ekonomis dari pada mengobati penyakit, maka faktor-faktor penentu terjadinya suatu penyakit perlu kita kenali dan pahami.
Di tengah kecenderungan meningkatnya penyakit akibat pola perilaku gaya hidup yang tidak sehat instabilities lingkungan yang tidak ramah, tuntutan masyarakat atas layanan kesehatan yang layak terus meningkat. Hal ini berjalan seiring dengan berjalannya daya dukung, kebijakan , dan berkepihakan pemerintah terhadap kepentingan masyarakat.(http;//.www.republika.co.id)
Menurut peran pakar, perilaku manusia dan pencemaran lingkungan merupakan dua faktor penyebab tidak langsung berbagai penyakit yang perlu di atasi penanggulangannya. Selain itu untuk pencegahan dini, faktor gizi terhadap proses terjadi penyakit seiring dengan bertambahnya perlu mendapat perhatian. Dengan dukungan gizi yang seimbang, proses terjadinya penyakit dapat di hambat, di Hentikan, bahkan di sembuhkan. Namun satu hal yang lebih penting adalah pencegahan terjadinya penyakit yang dapat dilakukan dengan dukungan gizi yang optimal.
Sejak 1950-an kita mengenal pedoman empat sehat lima sempurna yang masih sering di gunakan sampai saat ini. Dengan pengembangan dan penyempurnaan 4 sehat 5 sempurna yang di sesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi gizi serta masalah gizi yang ada saat ini, maka sejak 1995 Departemen kesehatan bersama dengan sektor terkait mengeluarkan pedoman. Aman gizi seimbang (PUGS) yang berisi pesan Dasar Gizi seimbang.(http;//www.yahoo.com.)
KETERPAPARAN ADAN KERENTANAN
Dari proses terjadinya penyakit, kita harus menentukan batas-batas antara sehat dan tidak sehat (sakit). Menurut WHO, sehat adalah keadaan kesempurnaan fisik, mental dan keadaan sosial dan bukan berarti hanya bebas dari penyakit atau kelainan/cacat. Dengan demikian maka sakit dapat di artikan sebagai, suatu penyimpangan dari suatu penampilan yang optimal. Sedangkan penyakit merupakan suatu proses gangguan fisiologis (faal tubuh), serta/atau gangguan psikologis /mental maupun suatu gangguan tingkah laku (hehaviour).
Pada umunya peralihan dari suatu keadaan sehat, ke keadaan sakit hanya pada batas yang tidak jelas, tetapi melalui suatu proses yang pada umumnya didahului dengan kondisi keterpaduan (Exporused) terhadap unsur tertentu untuk menjadi sakit.
Hubungan antara derajat keterpaparan dengan kondisi kerentanan dalam proses terjadinya penyakit
KONDISI KETERPAPARAN
KEADAAN KEKEBALAN
RENTAN KEBAL
POSITIF SAKIT TIDAK SAKIT
NEGATIF TIDAK SAKIT TIDAK SAKIT
Dengan memperhatikan gambar di atas maka jelas baik kita bahwa, seorang dapat menjadi sakit apabila orang tersebut mengalami keterpaparan terhadap unsur penyebab tertentu. (primer maupun sekunder) dan dilain pihak orang tersebut sekaligus berada pada tingkat kerentangan tertentu. Kedua faktor keterpaparan dan kerentangan sangat dipengaruhi pula oleh berbagai unsur terutama unsur lingkungan dan unsur pejamu. Oleh sebab itu, dalam epidemiologi terapan, keadaan ini harus betul-betul disadari, terutama tingkat kuanlitas maupun kualitas/derajat serta sifat dan bentuk dari unsur yang menimbulkan keterpaparan. (Nur nasry noor,2000.Dasar epidemiologi,Rineka cipta,Jakarta.)
Kejadian penyakit, tidak terkecuali penyakit akibat (mendadak) mempunyai masa perlangsungan tersendiri. Bagaimanapun mendadaknya, perlu waktu, yang memang mungkin singkat, untuk tercetusnya suatu penyakit. Dalam mengetahui keberadaan (diagnosis) penyakit, diperlukan perhatian dan perhitungan terhadap faktor waktu perlangsungan penyakit. Untuk setiap penyakit, diinginkan untuk melakukan diagnosis benar, tepat waktu ataupun secepatnya.
Untuk membuat diagnosis, salah satu hal yang perlu diketahui adalah riwayat alamiah penyakit (natural history of disease). Riwayat alamiah suatu penyakit adalah perkembangan penyakit itu tanpa campur tangan medis atau bentuk intervensi lainnya sehingga suatu penyakit berlangsung secara alamiah (Fletcher,22) (Bustam,2006,Pengantar epidemiologi,Rinika cipta,Jakarta.)
Riwayat alamiah suatu penyakit pada umumnya melalui tahap sebagai berikut :
1. Tahap prepatogensis
2. Tahap PatogenesiTahap
Uraian masing-masing tahap itu adalah sebagai berikut :
a. Tahap Prepatogensis
Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of suseptibility). Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti bibit penyakit masih ada diluar tubuh pejamu dimana para kuman mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang peniamu. Pada tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan tubuh penjamu masih kuat. Namun begitu penjamunva ‘lengah’ ataupun memang bibit penyakit menjadi lebih ganas ditambah dengan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan pejamu, maka keadaan segera dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan perjalanannya memasuki fase berikutnya, tahap patogenesis.
b. Tahap Patogenesis
Tahap ini meliputi 4 sub-tahap yaitu:- Tahap Inkubasi, - Tahap Dini, - Tahap Lanjut, dan -Tahap Akhir.
Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi merupakan tenggang diwaktu antara masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh yang peka terhadap penyebab penyakit, sampai timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi ini bervariasi antara satu penyakit dengan penyakit lainnya. Dan pengetahuan tentang lamanya masa inkubasi ini sangat penting, tidak sekadar sebagai pengetahuan riwayat penyakit, tetapi berguna untuk informasi diagnosis. Setiap penyakit mempunyai masa inkubasi tersendiri, dan pengetahuan masa inkubasi dapat dipakai untuk identifikasi jenis penyakitnya.
Tahap Dini
Tahap ini mulai dengan munculnya gejala penyakit yang Kelihatannya ringan. Tahap ini sudah mulai menjadi masalah kesehatan karena sudah ada gangguan patologis (pathologic changes), walaupun penyakit masih dalam masa subklinik (stage of subclinical disease). Seandainya memungkinkan, pada tahap ini sudah diharapkan diagnosis dapat ditegakkan secara dini.
Tahap Lanjut
Merupakan tahap di mana penyakit bertambah jelas dan mungkin tambah berat dengan segala kelainan patologis dan gejalanya (stage of clinical disease). Pada tahap ini penyakit sudah menunjukkan gejala dan kelainan klinik yang jelas, sehingga diagnosis sudah relatif mudah ditegakkan. Saatnya pula, setelah diagnosis ditegakkan, diperlukan pengobatan yang tepat untuk menghindari akibat lanjut yang kurang baik,
Tahap Akhir/ pasca patogenesis.
Berakhirnya perjalanan penyakit dapat berada dalam lima pilihan keadaan, yaitu:
1. Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan
tubuh menjadi pulih, sehat kembali.
2. Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang permanen berupa cacat.
3. Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun
penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit.
4. Penyakit tetap berlangsung secara kronik.
5. Berakhir dengan kematian.(Bustam,2002,Pengantar epidemiologi,Rinika cipta,Jakarta.)
POLA PENYEBAB PENYAKIT
Sutu penyakit (menular) tidak hanya selesai setelah membuat seseorang sakit, tetapi cenderung untuk menyebar setelah menyelesaikan riwayat pada suatu rangkaian. kejadian sehingga seseorang jatuh sakit, pada saat yang sama penyakit bersama dengan kumannva dapat berpindah dan menyebar kepada orang lain/masyarakat.
Dalam proses perjalanan penyakit, kuman memulai aksinya dengan memasuki pintu masuk tertentu (portal of entry) calon penderita baru dan kemudian jika ingin berpindah ke penderita baru lagi akan ke luar melalui pintu tertentu (portal of exit).
Kuman penyakit tidak masuk dan ke luar begitu saja tetapi harus melalui “pintu” tubuh tertentu sesuai dengan jenis masing-masing penyakit misalnya melalui: kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, atau saluran kemih. Dalam memilih pintu masuk-keluar ini setiap jenis kuman mempunyai jalan masuk dan ke luar tersendiri dan tubuh manusia. Ada yang masuk melalui mulut (oral) dan ke luar melalui dubur (sistem pencernaan), seperti yang dilakukan oleh kebanyakan cacing. Namun ada pula yang masuk melalui kulit tetapi ke luar melalui dubur, misalnya cacing Ankylostoma.
Pengetahuan tentang jalan masuk mi penting untuk epidemiologi karena dengan pengetahuan itu dapat dilakukan ‘penghadangan’ perjalanan kuman masuk ke dalam tubuh manusia. Cacing yang ingin masuk melalui mulut dicegah dengan upaya cuci tangan sebelum makan. Sedangkan pengetahuan tentang jalan keluar bermanfaat untuk menemukan kuman itu untuk tujuan identifikasi atau diagnosis. Misalnya kuman TBC keluar melalui batuk maka penemuan kuman TBC dilakukan dengan penangkapan kumannya dibatuk/dahak.(http;//www.yahoo.com.)
PENYEBAB TIMBULNYA PENYAKIT SEKARANG INI
Pencemaran makanan
1. Sisa-sisa pestisida dan pupuk pada buah-buahan, sayur-sayuran-sayuran makanan lainnya
2. Bahan tambahan. zat pewarna. dan penyedap rasa pada makanan dibekukan;
3. Zat penawar racun. hormon, dsb., pada makanan hewan;
4. Kerusakan bahan gizi selama proses memasak.
Pencemaran lingkungan dan udara
1) Gas limbah industri;
2) Pencemaran rumah tempat tinggal sebagai akibat dan berbagai interior;
Pencemaran sumber air
1) Air limbah industri;
2) Penimbunan mikro organisme dalam air:
3) Pupuk. pestisida, sampah putih:(4) Pencemaran pada proses pemanasan air ledeng :
5) Air minum yang tidak diproses menurut aturan.
Pencemaran yang disebabkan oleh fasilitas modern
Televisi, radio. kabel tegangan tinggi, microwave. komputer, pemantul cahaya yang kuat, dan radiasi frekuensi rendah, semua berpengaruh.
Polusi suara
Suara yang ditimbulkan oleh mobil, mesin, sepeda motor. suara orang seseorang menjadi cepat marah dan sukar untuk berkonsentrasi.
Standar Kesehatan
Kesehatan memerlukan diet yang seimbang. tidur yang cukup, latihan memiliki jiwa yang sehat. Orang sehat memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Berbadan yang kuat, memiliki kemampuan untuk dengan mudah menangani tekanan dan kehidupan sehari-hari tanpa mengalami stress, dan mampu untuk melakukan segala sesuatu yang dibutuhkan.
2. Memiliki rasa optimis dengan sikap yang positif, kebersediaan untuk bertanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukan, bersikap ketat terhadap din sendiri namun lembut terhadap orang lain.
3. Kemampuan untuk menangani berbagai keadaan yang bersifat darurat dan mampu untuk beradaptasi terhadap adanya perubahan.
4. Kemampuan untuk bertahan terhadap cuaca dingin yang normal dan penyakit menular.
5. Memiliki berat badan yang normal dan bentuk tubuh yang sebanding terhadap semua bagian dan tubuh ketika berada pada posisi berdiri yang layak.
6. Mata bersinar, cekatan dalam bertindak, dan tanpa adanya iritasi
7. Memiliki rambut yang bercahaya dengan sedikit atau tanpa adanya ketombe.
8. Memiliki gigi yang bersih tanpa adanya gigi berlubang atau yang terasa sakit, dan dengan gusi yang sehat.
9. Kondisi otot dan kulit yang elastis. bila berjalan dengan langkah yang gesit.
10. Memiliki kemampuan untuk beristirahat dan tidur dengan baik.
Konsep dasar mengenai gizi
Gizi: dengan gizi, tubuh melakukan proses asimilasi dan mengambil manfaat dan makanan atau bahan gizi, dan juga proses fisiologi dengan memanfaatkan makanan untuk memenuhi kebutuhan fisiologi dan organisme.
Gizi yang layak: dengan melakukan diet yang wajar dan memasak serta memproses makanan secara sehat dapat memberikan jumlah yang cukup berkenaan dengan tenaga panas dan berbagai bahan gizi untuk tubuh manusia, sambil menjaga keseimbangan antara semua bahan gizi sehingga dapat memenuhi kebutuhan fisiologi yang normal dan tubuh dan menjaga badan tetap sehat.
Bahan gizi: Untuk menjaga fungsi phisiologi yang normal dan dapat memenuhi kebutuhan tubuh untuk keperluan pertumbuhan, metabolisme dan bekerja. orang harus mengkonsumsi bahan-bahan gizi yang diperlukan sehari-hari. Bahan gizi ini dapat dibagi menjadi tujuh kategori : protein. vitamin, mineral. lemak. gula. air. dan selulosa (senyawa karbon. hidrogen dan oksigen).
Gizi dan kesehatan
Orang menganggap bahwa makanan adalah sebagai kepentingan yang sangat vital. Pada sepanjang kehidupan kita, gizi adalah sebagai unsur dasar yang dapat mempertahankan kehidupan dan menyediakan tenaga yang dibutuhkan oleh sel-sel sehingga berbagai jaringan dan organ-organ tubuh dapat melakukan berbagai tindakan yang terkoordinasi. Kehidupan manusia dapat diibaratkan sebagai sebuah pohon kayu yang kecil yang memerlukan siraman air secara terus menerus. pemupukan dan pemeliharaan agar menjadi mampu untuk melakukan pertumbuhan secara kuat. Demikianlah pentingnya gizi untuk kehidupan manusia. Selama masa penambahan gizi, hanya ii yang seimbang yang dapat mencegah tubuh dan keadaan yang tidak seimbang antara Yin dan Yang selanjutnya dapat mengarah kepada timbulnya penyakit Pemberian tambahan gizi hendaklah secara wajar dan menurut ilmu pengetahuan ilmiah. Bila seseorang jatuh sakit, maka diperlukan untuk memperoleh pengobatan ;bila seseorang berada dalam keadaan sehat. maka perlu untuk melakukan penjagaan terhadap penyakit. Oleh sebab itu, dilakukan pencegahan terhadap penyakit adalah sebagai masalah yang sangat mendasar dalam huhungannya dengan pemeliharaan kesehatan. Gizi yang sehat dan seimbang dan gaya hidup yang diperbaiki akan dapat mengatur dan meningkatkan ketubuh “Buatlah hidup ini menjadi bahagia dengan memelihara kesehatan” dengan melakukan diet secara aktif untuk perawatan kesehatan dalam rangka melakukan pencegahan terhadap penyakit maka akan dapat diperoleh kondisi kesehatan dan gizi(http;//www.tiens.com/portal.)
PENYEBAB MAJEMUK
Telah banyak bukti empirik dan keyakinan teoritik bahwa pada umumnya penyakit memiliki Lebih dan satu penyebab, bukan bersifat tunggal. Faktor-faktor penyebab mi dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu :
1. Faktor Predisposisi, seperti: umur, jenis kelamin, Riwayat penyakit terdahulu, dlL
2. Faktor Pencetus, seperti: pemaparan oleh agen penyakit yang spesifiK,
3. Faktor Pendorong, seperti: paparan yang berulang, beban kerja yang berat,
4. Faktor Pemberat, seperti: pendapatan rendah, status gizi, kondisi perumahan, dlL.
Peran faktor-faktor penyebab dalam model kualitas majemuk dicontohkan pada penyakit TBC bersifat kumulatif, di mana keadaan yang mencukupi terjadinya TBC klinik hanya bisa diciptakan secara bersama-sama. jadi, masing-masing faktor merupakan necessary couse, tetapi tidak sufficient (keadaan yang dibutuhkan untuk terjadinya penyakit di sebut necessary condition sedangkan keadaan yang cukup membuat terjadinya penyakit di sebut sufficient condition).(Heru subaris dkk,2004,manajemen epidemiologi,Media presindo,Yogyakarta.Hal.12-13.)
Manfaat riwayat alamiah dari penyakit diperoleh beberapa informasi penting yaitu :
1. Masa inkubasi atau masa latent, masa atau waktu yang diperlukan selama perjalanan suatu penyakit untuk menyebabkan seseorang jatuh sakit.
2. Kelengkapan keluhan (symptom) yang menjadi bahan informasi dalam menegakkan diagnosis.
3. Lamanya dan beratnya keluhan dialami oleh penderita.
4. Kejadian penyakit menurut musim (season) kapan penyakit itu Lebih frekuan kejadiannya.
5. Kecenderungan lokasi geografis serangan penyakit sehingga dapat dengan mudah di deteksi lokasi kejadian penyakit.
6. Sifat-sifat biologis kuman patogen sehingga menjadi bahan informasi untuk pencegahan penyakit, khususnya untuk pembunuhan kuman penyebab.
Pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit merupakan langkah awal yang perlu dilakukan untuk mengetahui aspek-aspek lain yang terkait dengan penyakit. Dengan mengetahui riwayat alamiah dapat ditarik beberapa manfaat seperti:
1. Untuk diagnostik : masa inkubasi dapat dipakai sebagai pedoman penentuan jenis penyakit, misalnya jika terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa).
2. Untuk pencegahan : dengan mengetahui kuman patogen penyebab dan rantai perjalanan penyakit dapat dengan mudah dicari titik potong yang penting dalam upaya pencegahan penyakit. Dengan mengetahui riwayat penyakit dapat terlihat apakah penyakit itu perlangsungannya akut ataukah kronik. Tentu berbeda upaya pencegahan yang diperlukan untuk penyakit yang akut dibanding dengan kronik.
3. Untuk terapi: intervensi atau terapi hendaknya biasanya diarahkan ke fase paling awal. Pada tahap perjalanan awal penyakit itu terapi tepat sudah perlu diberikan. Lebih awal terapi akan lebih baik hasil yang diharapkan. Keterlambatan diagnosa akan berkaitan dengan keterlambatan terapi.(Bustam,2006,Pengantar epidemiologi,Rineka Cipta,Jakarta.Hal.41-42).
Karakteristik Segitiga Utama
Ketiga faktor dalam trias epidemiologi terus menerus dalam keadaan berinterkasi satu sama lain. Jika interaksinya seimbarig, terciptalah keadaan sehat. Begitu terjadi gangguan keseimbangan, muncul penyakit. Terjadinya gangguan keseimbangan bermula dan perubahan unsur-unsur trias itu. Perubahan unsur trias yang potensial menyebabkan kesakitan tergantung pada karakteristik dan ketiganya dan interaksi antara ketiganya.
1. Karakteristik Penjamu
Manusia mempunyai karakteristik tersendiri dalam menghadapi ancaman penyakit, yang bisa berupa:
1. Resistensi.: kemampuan dan penjamu untuk bertahan terhadap suatu infeksi. Terhadap suatu infeksi kuman tertentu, manusia mempunyai mekanisme pertahanan tersendiri dalam menghadapinya.
2. Imunitas: kesanggupan host untuk mengembangkan suatu respon imunologis, dapat secara alamiah maupun perolehan (non-alamiah), sehingga tubuh kebal terhadap suatu penyakit tertentu. Selain mempertahankan diri, pada jenis-jenis penyakit tertentu mekanisme pertahanan tubuh dapat menciptakan kekebalan tersendiri. Misalnya campak, manusia mempunyai kekebalan seumur hidup, mendapat munitas yang tinggi setelah terserang campak, sehingga seusai kena campak sekali maka akan kebal seumur hidup.
3. lnfektifnes (infectiousness): potensi penjamu yang terinfeksi untuk menularkan penyakit kepada orang lain. Pada keadaan sakit maupun sehat, kuman yang berada dalam tubuh manusia dapat berpindah kepada manusia dan sekitarnya.
2. Karakteristik Agen
1. Infektivitas: kesanggupan dan organisma untuk beradaptasi sendiri terhadap lingkungan dan penjamu untuk mampu tinggal dan berkembang biak (multiply) dalam jaringan penjamu. Umumnya diperlukan jumlah tertentu dan suatu mikroorganisma untuk mampu menimbukan infeksi terhadap penjamunya. Dosis infektivitas minimum (minimum infectious dose) adalah jumlah minimal organisma yang dibutuhkan untuk menyebabkan infeksi. jumlah ini berbeda antara berbagai spesies mikroba dan antara individu.
2. Patogenesitas: kesanggupan organisma untuk menimbulkan suatu reaksi klinik khusus yang patologis setelah terjadinya infeksi pada penjamu yang diserang. Dengan perkataan lain, jumlah penderita dibagi dengan jumlah orang yang terinfeksi, Hampir semua orang yang terinfeksi dengan virus smallpox menderita penyakit (high pathogenicthy), sedangkan orang yang terinfeksi poliovirus tidak semua jatuh sakit (low pathogenicity).
3. Virulensi: kesanggupan organisma tertentu untuk menghasilkan reaksi patologis yang berat yang selanjutnya mungkin menyebabkan kematian. Virulensi kuman menunjukkan beratnya (severity) penyakit.
4. Toksisitas: kesanggupan organisma untuk memproduksi reaksi kimia yang toksis dan substansi kimia yang dibuatnya. Dalam upaya merusak jaringan untuk menyebabkan penyakit berbagai kuman mengeluarkan zat toksis.
5. Invasitas: kemampuan organisme untuk melakukan penetrasi dan menyebar setelah memasuki jaringan
6. Antigenisitas: kesanggupan organisma untuk merangsang reaksi imunologis dalam penjamu. Beberapa organisma mempunyai antigenisitas Iebih kuat dibanding yang lain. Jika menyerang pada aliran darah (virus measles) akan lebih merangsang immunoresponse dan yang hanya menyerang permukaan membrane (gonococcus).
3. Karakteristik Lingkungan
1. Topografi: situasi lokasi tertentu, baik yang natural maupun buatan manusia yang mungkin mempengaruhi terjadinya dan penyebaran suatu penyakit tertentu.
2. Geograuis: keadaan yang berhubungan dengan struktur geologi dan bumi yang berhubungan dengan kejadian penyakit.
Perkembangan Teori Terjadinya Penyakit
1. Penyakit timbul karena gangguan makhluk halus.
2. Teen Hypocrates, bahwa penyakit timbul karena pengaruh Iingkungan terutama: air, udara, tanah, cuaca (tidak dijeIaskan kedudukan manusia dalam Iingkungan).
3. Teori Humoral, dimana dikatakan bahwa penyakit timbul karena gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh.
4. Teori Miasma, penyakit timbul karena sisa dari mahkluk hidup yang mati membusuk, meninggalkan pengotoran udara dan Iingkungan.
5. Teori jasad renik (teori Germ), terutama setelah ditemukannya mikroskop dan dilengkapi teori imunitas.
6. Teori nutrisi dan Resistensi, hasil pengamatan pelbagai pengamatan epidemiologis.
Teori Ekologi lingkungan, bahwa manusia berinteraksi dengan penyebab dalam Iingkungan tertentu dapat menimbulkan penyakit.
Selasa, 10 Februari 2009
PEWARNAAN GRAM
Oleh: Matsrial Putra R
School of Medicine, Tadulako University
Pewarnaan terhadap bakteri yang paling sering dilakukan adalah pewarnaan Gram dan Ziehl‐Nelsen. Pewarnaan tersebut untuk mengetahui morfologi, struktur, dan karakteristik bakteri. Pewarnaan Gram dapat mengidentifikasi penyakit infeksi. Infeksi ringan contohnya adalah faringitis, otitis, sinusitis, uretritis, dermatitis, impetigo, erysipelas, abscess, dll. Sedangkan infeksi berat contohnya adalah endocarditis, pneumonia, pleuritis, emfisema, encephalitis, ophtalmia neonatorum, osteomyelitis, meningitis, endometritis, salvingitis, demam reumatik, glomerulonephritis, sepsis, dll. Prosedur pewarnaan Gram dimulai dengan pemberian kristal violet, setelah itu ditambahkan larutan iodium maka semua bakteri akan berwarna biru. Setelah itu ditambah alkohol. Bakteri Gram positif membentuk kompleks kristal iodine yang berwarna biru. Setelah di tambahkan safranin, bakteri Gram positif akan berwarna ungu. Contoh bakteri Gram positif adalah Streptococcus, Bacillus, Stapilococcus, Clostridia, Corynebacterium dhypteriae, Peptococcus, Peptostreptococcus, dll. Sedangkan bakteri Gram negatif akan terdekolorisasi oleh alcohol dan pemberian safranin akan memberikan warna merah pada bakteri Gram negatif. Contoh bakteri Gram negatif adalah Neisseria, Klebesiella, Vellonella, Shigella, Salmonella, Hemophillus, dll. Teori Salton menjelaskan bahwa ada konsentrasi lipid yang tinggi pada dinding sel bakteri Gram negative. Sehingga jika lipid dilarutkan dalam pemberian alcohol, maka pori‐pori akan membesar dan tidak mengikat pewarna. Hal ini menyebabkan bakteri menjadi tidak berwarna. Sedangkan bakteri Gram positif akan mengalami denaturasi selama pemberian alcohol. Hal ini akan mengecilkan pori‐pori sehingga menghasilkan kompleks kristal iodium. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang kuat dan lapisan peptidoglikan sebanyak 30 lapisan sehingga permeabilitas dinding selnya menjadi berkurang. Sdangkan bakteri Gram negatif hanya memiliki 1‐2 lapisan peptidoglikan sehingga memiliki permeabilitas dinding sel yang lebih besar. Pewarnaan Gram terdiri atas : 1. Gram A (violet) : a. Kristal violet b. Aalkohol c. Ammonium oksalat d. Aquades 2. Gram B (cokelat) a. Iodium b. Kalium iodide c. Aquades 3. Gram C
a. Aseton b. Alcohol 4. Gram D (merah) a. Safranin b. Alcohol c. Aquades Pewarnaan ZN digunakan untuk mengidentifikasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri tahan asam, conttohnya adalah Micobacteriom tuberculosis, Micobacterium leprae, Mycobacterium atypical seperti Mycobacterium avium intraseluler / Mycobacterium avium complex yang tumbuh pada 41C yang menyerang sistem imun, Mycobacterium marinum dan Mycobacterium ulcerans yang tumbuh pada 31C dan menginfeksi kulit, Nocardia, Legionella mycdatci, Rhodococcus, Tsukamurella, Gordonia / Gordona, Cryptosporidium, Isospora, Cyclospora, Sarcocytis, dll. Contoh bakteri than asam yang tidak cocok pada pewarnaan ZN tetapi cocok pada Kinyoun adalah Nycordia, Rhodococcus, Tsukamurella, dan Gordonia. Hasil pewarnaan ZN akan mengidentifikasikan : 1. Bakteri tahan asam Bakteri tahan asam baru akan terkarakterisasi setelah pewarnaan setelah pemberian asam‐ alkohol. Hasilnya berwarna merah. 2. Bakteri tidak tahan asam Hasilnya adalah berwarna biru karena dekolorisasi pada pewarnaan pertama oleh asam‐alkohol, jadi perlu diberi pewarnaan kedua berupa counter stain. Sifat tahan asam pada bakteri tahan asam disebabkan karena dinding selnya terdiri atas peptidoglikan, arabinogalaktan, dan lipid (50%‐nya tersusun atas asam mikolat). Asam mikolat merupakan asam lemak ranai panjang yang terdiri atas 34‐90 karbon. Pewarnaan ZN terdiri dari : 1. ZN‐A (merah) Terdiri atas : a. Basic fusion b. Alcohol c. Fenol d. Aquades 2. ZN‐B (tidak berwarna) Terdiri atas : a. HCl b. Etil alcohol 3. ZN‐C (biru) Terdiri atas : a. Methylen blue b. Aquades
PERSIAPAN
Sebelum dilakukan pengecatan Gram, tentu harus disiapkan bahan (spesimen) yang akan diperiksa. Bahan yang akan diperiksa, dapat berasal dari : 1) langsung dari penderita dapat berupa sputum (dahak), pus (nanah), discharge telinga, discharge hidung, urin dan cairan serebrospinal.
Spesimen yang akan dicat, sebelumnya dibuat sediaan atau preparat (smear) terlebih dulu. Pengertian preparat adalah sampel spesimen yang diletakkan atau dioleskan pada permukaan gelas obyek (object glass) atau slides, dengan atau tanpa pewarnaan, yang selanjutnya dapat diamati di bawah mikroskop.
Alat dan bahan yang diperlukan adalah :
Alat :
Ose atau kapas lidi steril
Gelas obyek
Lampu spiritus
Bahan :
Bahan yang akan diperiksa.
Untuk bahan yang berbeda, memerlukan cara pembuatan preparat yang berbeda pula. Berikut cara pembuatan preparat untuk berbagai sumber bahan.
a.1. Bahan langsung dari penderita
Bahan disentrifuge terlebih dulu, kemudian endapannya dibuat preparat. Bahan yang berupa endapan (pellet) hasil sentrifuge tersebut diambil dengan ose steril atau kapas lidi steril kemudian digoreskan pada gelas obyek setipis mungkin. Panaskan gelas obyek di atas nyala api lampu spiritus sambil diayunkan secukupnya (jarak preparat sampai nyala api kira-kira 20 cm), sampai preparat tersebut kering. Setelah kering, teteskan formalin 1 % tunggu selama 5 menit dan keringkan sekali lagi. Setelah betul-betul kering, preparat siap dicat.
a.2. Bahan dari biakan cair
Ambil gelas obyek yang bersih dan steril, bebaskan dari lemak dengan memanaskan di atas nyala api spiritus. Ambil kuman dari biakan cair (yang sebelumnya telah diaduk secara steril) dengan menggunakan ose steril, ratakan pada gelas obyek sehingga membentuk diameter kira-kira 1-2 cm. Preparat yang sudah dibuat kemudian dikeringkan dan ditetesi formalin dengan cara seperti pembuatan preparat langsung.
a.3. Bahan dari media pertumbuhan padat
Ambil gelas obyek yang bersih dan steril, bebaskan dari lemak dengan memanaskan di atas nyala api spiritus. Teteskan satu ose kaldu atau NaCl pada gelas obyek tersebut. Dengan ose steril, ambil satu koloni kuman dan ratakan pada gelas obyek sehingga membentuk diameter 1 – 2 cm, campur dengan kaldu tadi sampai homogen kemudian tipiskan. Selanjutnya dikerjakan sebagaimana membuat preparat dengan bahan berasal dari penderita.
Prinsip yang selalu harus diingat dan dipatuhi adalah :
Selalu mensterilkan ose, pada saat akan dipakai dan setelah dipakai.
Letakkan ose pada tempatnya, jangan diletakkan di sembarang tempat (misal di atas meja)
Jangan memegang mata (ujung) ose dengan tangan.
Usahakan tidak banyak bicara pada saat kerja.
a. Cat Gram
Cat Gram yang digunakan terdiri dari 4 macam, yaitu cat Gram A, B, C dan D. Masing-masing mempunyai komposisi dan fungsi yang berbeda. Komposisi dan fungsi masing-masing cat Gram, adalah sebagai berikut :
1. Cat Gram A
Cat ini terdiri atas :
Kristal violet : 2 gram
Etil alkohol 95 : 20 ml
Ammonium oksalat : 0,8 gram
Akuades : 80 ml
Cat Gram A berwarna ungu (karena mengandung kristal violet). Cat Gram A merupakan cat primer yang akan memberi warna mikroorganisme target. Pada saat diberi cat ini, semua mikroorganisme akan berwarna ungu sesuai warna cat Gram A.
2. Cat Gram B
Cat ini terdiri atas :
Yodium : 1 gram
Kalium Yodida : 2 gram
Akuades : 300 ml
Cat Gram B berwarna coklat. Cat Gram B merupakan cat Mordan, yaitu cat atau bahan kimia yang berfungsi memfiksasi cat primer yang diserap mikroorganisme target. Akibat pemberian cat Gram B, maka pengikatan warna oleh bakteri akan lebih baik (lebih kuat).
3. Cat Gram C
Cat ini terdiri atas :
Aseton : 50 ml
Etil alkohol 95 % : 50 ml
Cat Gram C tidak berwarna. Cat ini berfungsi untuk melunturkan cat sebelumnya. Akibat pemberian cat C akan terjadi 2 kemungkinan :
Mikroorganisme (bakteri) akan tetap berwarna ungu, karena tahan terhadap alkohol. Ikatan antara cat dengan bakteri tidak dilunturkan oleh alkohol. Bakteri yang bersifat demikian disebut bakteri Gram positif.
Bakteri akan tidak berwarna, karena tidak tahan terhadap alkohol. Ikatan antara cat dengan bakteri dilunturkan oleh alkohol. Bakteri yang bersifat demikian dikelompokkan sebagai bakteri Gram negatif.
4. Cat Gram D
Cat Gram D terdiri atas :
Safranin : 0,25 gram
Etil alkohol 95 % : 10 ml
Akuades : 90 ml
Cat ini berwarna merah. Cat ini merupakan cat sekunder atau kontras. Cat ini berfungsi untuk memberikan warna mikroorganisme non target. Cat sekunder mempunyai spektrum warna yang berbeda dari cat primer. Akibat pemberian cat Gram D, akan terjadi 2 kemungkinan :
Bakteri Gram positif akan tetap berwarna ungu, karena telah jenuh mengikat cat Gram A sehingga tidak mampu lagi mengikat cat Gram D.
Bakteri Gram negatif akan berwarna merah, karena cat sebelumnya telah dilunturkan oleh cat Gram C maka akan mampu mengikat cat Gram D.
Dasar teori cat Gram
Berdasarkan sifat terhadap cat Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Terdapat dua teori yang dapat menjelaskan dasar perbedaan ini yaitu :
1. Teori Salton
Teori ini berdasarkan kadar lipid yang tinggi (20 %) di dalam dinding sel bakteri Gram negatif. Zat lipid ini akan larut selama pencucian dengan alkohol. Pori-pori pada dinding sel membesar, sehingga zat warna yang sudah diserap mudah dilepaskan dan bakteri menjadi tidak berwarna.
Bakteri Gram positif mengalami denaturasi protein pada dinding selnya akibat pencucian dengan alkohol. Protein menjadi keras dan beku, pori-pori mengecil sehingga kompleks kristal yodium yang berwarna ungu dipertahankan dan bakteri akan tetap berwarna ungu.
2. Teori permeabilitas dinding sel
Teori ini berdasarkan tebal tipisnya lapisan peptidoglikan dalam dinding sel. Bakteri Gram positif mempunyai susunan dinding yang kompak dengan lapisan peptidoglikan yang terdiri dari 30 lapisan. Permeabilitas dinding sel kurang, dan kompleks kristal yodium tidak dapat keluar.
Bakteri Gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan yang tipis, hanya 1 – 2 lapisan dan susunan dinding selnya tidak kompak. Permeabilitas dinding sel lebih besar sehingga masih memungkinkan terlepasnya kompleks kristal yodium.
CARA PENGECATAN GRAM
Sebelum melakukan pengecatan Gram, siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
Pastikan semua alat dan bahan yang diperlukan serta tempat untuk mencuci terletak di tempat yang terjangkau. Jangan sampai terlalu jauh sehingga menyulitkan dan memakan waktu.
Alat dan bahan yang diperlukan adalah :
Alat :
Rak pengecatan
Kran/sumber air yang mengalir
Bahan :
Cat Gram A, B, C dan D
Preparat yang telah siap untuk dicat
Skema cara pengecatan Gram :
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PENGECATAN GRAM
Kelebihan :
1. Pengecatan Gram penting sebagai pedoman awal untuk memutuskan terapi antibiotik, sebelum tersedia bukti definitif bakteri penyebab infeksi (kultur dan tes kepekaan bakteri terhadap antibiotik). Hal ini karena bakteri Gram positif dan negatif mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap berbagai jenis antibiotika.
2. Kadang-kadang morfologi bakteri yang telah dicat Gram mempunyai makna diagnostik. Misalnya pada pemeriksaan Gram ditemukan Gram negatif diplococci intraseluler dari spesimen pus (nana) uretral, maka memberikan presumptive diagnosis untuk penyakit infeksi gonore.
Kekurangan :
Pengecatan Gram memerlukan mikroorganisme dalam jumlah banyak yakni lebih dari 104 per ml. Sampel yang cair dengan jumlah kecil mikroorganisme misalnya cairan serebrospinal, memerlukan prosedur sentrifuge dulu untuk mengkonsentrasikan mikroorganisme tersebut. Pellet (endapan hasil sentrifuge) kemudian dilakukan pengecatan untuk diperiksa secara mikroskopis.
Pustaka acuan :
Nirwati, Hera, _______, Pembuatan Preparat dan Pengecatan dalam Petunjuk Praktikum Mikrobiologi, Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Strohl, William A, Rouse,H, Fisher, BD, 2001, Lippincott’s Illustrated Reviews: Microbiology, Lippincott William & Wilkins, USA
fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?attId=211&page=mikrobiologi_lembar_kerja_praktikum
Selasa, 03 Februari 2009
Laporan Protein
BAB I
PENDAHULUAN
Protein (protos yang berarti ”paling utama") adalah senyawa organik kompleks yang mempuyai bobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Peptida dan protein merupakan polimer kondensasi asam amino dengan penghilangan unsur air dari gugus amino dan gugus karboksil. Jika bobot molekul senyawa lebih kecil dari 6.000, biasanya digolongkan sebagai polipeptida.
Proetin banyak terkandung di dalam makanan yang sering dikonsumsi oleh manusia. Seperti pada tempe, tahu, ikan dan lain sebagainya. Secara umum, sumber dari protein adalah dari sumber nabati dan hewani. Protein sangat penting bagi kehidupan organisme pada umumnya, karena ia berfungsi untuk memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak dan suplai nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Maka, penting bagi kita untuk mengetahui tentang protein dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Oleh karena itu, kegiatan praktikum ini bertujuan untuk mengetahui adanya ikatan peptida dari suatu protein, membuktikan adanya asam amino bebas dalam suatu protein, membuktikan adanya asam amino yang berinti benzena, mengetahui kelarutan protein terhadap suatu pelarut tertentu, dan mengetahui titik isoelektrik dari suatu protein secara kualitatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Buiret adalah senyawa dengan dua ikatan peptida yang terbentuk pada pemanasan dua mulekul urea. Ion Cu2+ dari preaksi Biuret dalam suasana basa akan berekasi dengan polipeptida atau ikatan-ikatn peptida yang menyusun protein membentuk senyawa kompleks berwarna ungu atau violet. Reaksi ini positif terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau dipeptida.
Semua asam amino, atau peptida yang mengandung asam-α amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna biru-ungu. Namun, prolin dan hidroksiprolin menghasilkan senyawa berwarna kuning.
Protein mengandung asam amino berinti benzen, jika ditambahkan asam nitrat pekat akan mengendap dengan endapan berwarna putih yang dapat berubah menjadi kuning sewaktu dipanaskan. Senyawa nitro yang terbentuk dalam suasana basa akan terionisasi dan warnanya akan berubah menjadi lebih tua atau jingga. Rekasi ini didasarkan pada uji nitrasi inti benzena yang terdapat pada mulekul protein menjadi senyawa intro yang berwarna kuning
Protein bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi dengan larutan asam dan basa. Daya larut protein berbeda di dalam air, asam, dan basa; ada yang mudah larut dan ada yang sukar larut. Namun, semua protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti eter dan kloroform. Apabila protein dipanaskan atau ditambah etanol absolut, maka protein akan menggumpal (terkoagulasi). Hal ini disebabkan etanol menarik mantel air yang melingkupi molekul-molkeul protein.
Kelarutan protein di dalam suatu cairan, sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, pH, suhu, kekuatan ionik dan konstanta dielektrik pelarutnya.
Protein seperti asam amino bebas memiliki titik isoelektrik yang berbeda-beda. Titik Isoelektrik (TI) adalah daerah pH tertentu dimana protein tidak mempunyai selisih muatan atau jumlah muatan positif dan negatifnya sama, sehingga tidak bergerak ketika diletakkan dalam medan listrik. Pada pH isoelektrik (pI), suatu protein sangat mudah diendapkan karena pada saat itu muatan listriknya nol.
BAB III
METODOLOGI
Metode yang digunakan pada kegiatan praktikum ini adalah menggunakan alat-alat, bahan-bahan, dan prosedur-prosedur sebagai berikut :
- Alat
- Pipet tetes
- Tabung reaksi
- Rak tabung reaksi
- Penjepit tabung reaksi
- Penangas air
- Alat permanas
- Pengatur waktu
- Pipet ukur
- Bahan
- Albumin 2 %
- Gelatin 2 %
- Kasein 0,5 %
- Pepton 0,5 %
- Glisin 2 %
- Pereaksi Ninhidrin 0.1 %
- Triptofan 2 %
- Larutan HNO3 Pekat
- Larutan NaOH 10 %
- Larutan CuSO4 0.2 %
- Fenilanalina 2 %
- Larutan Kasein Netral
- Buffer asetat pH : 3,8; 4,7; 5,0; 5,3; 5,9
- Akuadestilata
- Larutan HCl 10 %
- Larutan NaOH 40 %
- Alkohol 96 %
- Kloroform
- Prosedur
1. Uji Biuret
· Sediakan 4 tabung reaksi yang bersih dan kering, lalu masing-masing diisi dengan larutan Albumin, Kasein, Gelatin dan Glisin sebanyak 2 mL.
· Tambahkan pada setiap tabung 1 mL NaOH 10 % dan CuSO4 0.2 % sebanya 3 tetes.
· Campur dengan baik.
· Amati dan catat perubahan warna yang terjadi
2. Uji Ninhidrin
· Sediakan 4 tabung reaksi yang bersih dan kering, lalu masing-masing diisi dengan larutan Albumin, Kasein, Gelatin dan Glisin sebanyak 2 mL.
· Tambahkan pada setiap tabung 5 tetes pereaksi Ninhidrin
· Campur dengan baik, dan panaskan di penangas air hingga mendidih selama 5 menit.
· Amati dan catat perubahan warna yang terjadi
3. Uji Xantoprotein
· Sediakan 4 tabung reaksi yang bersih dan kering, lalu masing-masing diisi dengan larutan Albumin, Kasein, Gelatin dan Triptofan sebanyak 2 mL.
· Tambahkan pada setiap tabung 1 mL HNO3 pekat. Perhatikan adanya endpan putih yang terbentuk
· Panaskan 1 menit sampai endapan larut kembali dan larutan berubah menjadi berwarna kuning.
· Amati dan catat perubahan warna yang terjadi
· Reaksi adalah positif, jika pada bidang perbatasan (interface) antara protein dan NaOH tebentuk warna jingga.
4. Uji Kelarutan Protein
· Sediakan 5 tabung reaksi yang bersih dan kering. Lalu masing-masing diisi dengan akudestilata, HCl 10 %, NaOH 40 %, alkohol 96 %, dan kloroform sebanyak 1 mL
· Tambahkan pada setiap tabung 2 mL albumin telur
· Kocoklah dengan kuat, kemudian amati sifat kelarutannya.
· Ulangi percobaan menggunakan gelatin
5. Uji Penentuan Titik Isoelektrik Protein
· Sediakan 5 tabung reaksi yang berisih dan kering, lalau masing-masing diisi sengan larutan kasein netral sebanyak 1 mL.
· Tambahkan pada setiap tabung 1 mL buffer asetat masing-masing dari pH 3.8; 4.7; 5.0; 5.3; dan 5.9
· Kocoklah campuran dengan baik, lalau catat derajat kekeruahnya setelah 0, 10, dan 30 menit.
· Perhatikan hasilnya, yaitu pada tabung beberapa bentuk endapan maksimal
· Selanjutnya panaskan semua tabung di dalam penangas air.
· Amati hasilnya. Pembentukan endapan kekeruhan, palng cepat atau paling banyak merupakan titik isoelektriknya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Biuret
No. | Zat Uji | Hasil Uji Biuret | Polipetida (+/-) |
1 | Albumin 2 % | Berwarna Ungu | + |
2 | Gelatin 2% | Berwarna Violet | + |
3 | Kasein 0.5% | Berwarna Ungu | + |
4 | Glisin 2% | Berwarna Biru | - |
Polipeptida mempuyai perbedaan dengan protein. Polipeptida mempunyai residu asam amino ≤ 100 dan dan bobot mulekul ≤ 6.000. Sedangkan, pada protein residu asam amnionya ≥ 100 dan bobot mulekulnya ≥ 6.000. Pada praktikum ini, zat uji Glisin menunjukkan hasil negatif dengan indikasi terbentuknya warna biru adalah karena tidak adanya ikatan peptida. Glisin adalah salah satu asam amino esenial dengan rumus bangun NH2—CH2CO2H. Sedangkan pada Albumin, Gelatin dan Kasein rumus bangunya lebih kompleks dan mengikat dua atau lebih asam amino esensial , sehingga terbentuk ikatan peptida.
Berikut gambaran proses pembantukan ikatan peptida :
Ikatan peptida
Jadi, ikatan peptida hanya terbentuk apabila ada dua atau lebih asam amino esensial yang bereaksi.
B. Uji Ninhidrin
No. | Zat Uji | Hasil Uji Ninhidrin | Asam amino bebas (+/-) |
1 | Albumin 2 % | Berwarna Ungu | + |
2 | Gelatin 2% | Berwarna Ungu | + |
3 | Kasein 0.5% | Bening | - |
4 | Pepton 2% | Berwarna Merah Muda | - |
5 | Fenilanalina | Berwarna Ungu | + |
Asam amino bebas adalah asam amino dimana gugus aminonya tidak terikat. Pada praktikum di atas, albumin, gelatin, dan fenilanalina membentuk warna ungu kaena dapat bereaksi dengan Ninhidrin. Hal ini menandakan ketiga zat uji tersebut mempunyai gugus asam amino bebas.
Sebaliknya, pada kasein dan pepton tidak diperoleh indikasi terbentuk atau adanya asam amino bebas, karena reaksi dengan ninhidrin tidak berwarna sampai membentuk warna merah muda. Semakin banyak ninhidrin pada zat uji yang dapat bereaksi, semakin pekat warnanya. Hal ini juga mendasari bahwa uji Ninhidrin dapat digunakan untuk menentukan asam amino secara kuantitatif.
C. Uji Xantoprotein
No. | Zat Uji | Hasil Uji Xantoprotein | Asam amino berinti benzena (+/-) |
1 | Albumin 2 % | Lapisan Jingga | + |
2 | Gelatin 2% | Bening | - |
3 | Kasein 0.5% | Lapisan Merah | - |
4 | Triptofan 2% | Lapisan Kuning Jingga | + |
Sedangkan, pada kasein dan gelatin menghasilkan lapisan merah dan bening mengindikasikan negatif. Berikut contoh struktur bangun protein yang berinti benzena :
—CH2CHCO2OH
│
NH2
Feinilanalina
D. Uji Kelarutan Protein
No. | Zat Uji | Akuadestilata | HCl 10 % | NaOH 40 % | Alkohol 96 % | Kloroform |
1 | Albumin | Larut | Larut | Tidak Larut | Larut | Tidak Larut |
2 | Gelatin | Larut | Larut | Tidak Larut | Larut | Tidak Larut |
Protein mempunyai kemampuan untuk larut pada beberapa zat pelarut, karena pada dasarnya ia bersifat amfoter. Pada praktikum di atas, protein (albumin dan gelatin) tidak larut hanya pada NaOH 40 % dan kloroform. Karena, keduanya adalah pelarut lemak.
E. UJI Penentuan Titik Isoelektrik Protein
No. Tabung | pH | Pengamatan Endapan, sedikit atau banyak | ||
1 | 3.8 | 0; Endapan Banyak | 10; Endapan Banyak | 30; Endapan Banyak |
2 | 4.7 | 0; Endapan Sedikit | 10; Endapan Sedikit | 30; Endapan Sedikit |
3 | 5.0 | 0; Tidak Ada | 10; Tidak Ada | 30; Tidak Ada |
4 | 5.3 | 0; Tidak Ada | 10; Tidak Ada | 30; Tidak Ada |
5 | 5.9 | 0; Tidak Ada | 10; Tidak Ada | 30; Tidak Ada |
Setelah dipanaskanm, hasilnya sama dengan hasil semula.
Pada praktikum di atas, semaikn kecil pH buffer asetatnya, semakin banyak endapannya. Karena pH yang kecil dan benyak membantuk endapan berarti selisih muatan listriknya antara yang positif dan negatif sama. Sehingga, tidak dapat bergerak dan membantuk endapan atau warna keruh. Jadi, pada pH 3,8 dan 4,7 sebagai dua pH terkecil dapat membentuk endapan, karena terbentuk muatan negatif dan positif yang sama.
BAB V
KESIMPULAN
- Albumin, Gelatin, Kasein positif Polipetida. Sedangkan, Glisin negatif.
- Pada Albumin, Geltain, Fenilanalin, terdapat asam amino bebas. Sedangkan Kasein dan Pepton tidak.
- Pada Albumin dan Triptofan inti asam aminonya berupa benzena. Sedangkan Gelatin dan Kasein tidak.
- Protein (Albumin dan Gelatin) larut pada akuadestilata, HCl 10 %, dan alkohol 96 %. Dan tidak larut pada NaOH 40 % dan kloroform.
- Semakin kecil pH Buffer asetat pada uji Isoelektrik, semakin banyak endapan yang terbentuk.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Jalip, I.S. 2008. Penuntun Praktikum Kimia Organik. Laboratorium Kimia Fakultas Biologi Universitas Nasional. Jakarta.
Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB. Bandung